Pada tanggal 12 Mei, langit di atas Gunung Tianmen, Zhangjiajie, Tiongkok menjadi saksi bisu sebuah tragedi. Seorang atlet wingsuit bernama An An hilang setelah melenceng dari rute terbang yang telah ditentukan saat tengah menjalani syuting dokumenter olahraga ekstrem.
Selama tujuh hari, tim penyelamat bekerja tanpa henti. Akhirnya, pada tanggal 18 Mei, jasadnya ditemukan, menandai akhir dari pencarian penuh harap yang dilakukan banyak pihak.
Sebagai media pertama yang melaporkan insiden ini, kami membagikan seruan bantuan dari salah satu sahabat dekat An An. Seruan itu menyebar luas di berbagai platform, menarik perhatian banyak figur publik dan media besar, yang pada akhirnya membantu mempercepat proses pencarian. Namun, sayangnya, sorotan ini juga mengundang komentar negatif dari netizen yang belum memahami secara menyeluruh dunia olahraga ekstrem.
Fakta Mengejutkan Dunia Olahraga Ekstrem
Sejak awal kejadian ini mencuat, muncul banyak komentar sinis di media sosial. Sebagai sesama pencinta olahraga ekstrem, hal tersebut tentu mengecewakan. Perlu dipahami, olahraga ini bukan tentang sembrono atau pamer nyali, tetapi tentang keberanian, dedikasi, dan kecintaan mendalam terhadap kebebasan serta tantangan.
Apa Itu Wingsuit Flying? Ini Penjelasan Lengkapnya!
Wingsuit flying adalah olahraga terbang bebas yang dilakukan dengan menggunakan pakaian khusus mirip luncuran tupai terbang. Ada dua jenis utama: wingsuit bertenaga dan tanpa tenaga, namun yang paling umum adalah wingsuit tanpa tenaga. Olahraga ini terbagi menjadi dua jenis utama: terbang dari ketinggian tinggi menggunakan pesawat (wingsuit skydiving) dan terbang dari tempat rendah seperti tebing atau gedung tinggi (BASE Jumping).
BASE adalah akronim dari Building (gedung), Antennae (menara), Span (jembatan), dan Earth (tebing atau gunung), lokasi umum para pelompat memulai aksinya. Dari semua jenis, BASE Jumping termasuk yang paling berisiko tinggi karena minimnya waktu dan ruang untuk membuka parasut.
Asal Usul Olahraga Ini: Dari Eksperimen Tragis Hingga Inovasi Modern
Awal mula wingsuit flying dapat ditelusuri sejak awal 1900-an ketika Franz Reichelt, seorang penjahit asal Prancis, mencoba melompat dari Menara Eiffel dengan pakaian terbang rakitannya sendiri sayangnya, percobaan itu berakhir tragis. Baru pada tahun 1990-an, olahraga ini berkembang lebih aman berkat inovasi dari Patrick de Gayardon. Selanjutnya, pada tahun 1999, Jari Kuosma dari Finlandia dan Robert Pečnik dari Slovenia menciptakan wingsuit komersial pertama dan mendirikan perusahaan Bird-Man International Ltd.
Bukan Sekadar Terbang: Ini Risiko dan Kesulitannya
Wingsuit flying bukan olahraga sembarangan. Dibutuhkan kekuatan fisik, pengalaman luas, kemampuan mengambil keputusan cepat, serta dana besar untuk pelatihan dan perlengkapan. Untuk bisa terbang sendiri, seorang pilot harus mengantongi lisensi skydiving internasional (USAP A Certificate) yang mengharuskan minimal 200 kali terjun bebas dan sekitar 1200 jam pelatihan.
Saat ini, hanya ada kurang dari 1.000 pilot bersertifikasi di seluruh dunia. Olahraga ini memang eksklusif, bukan karena elitis, melainkan karena tingginya standar keamanan dan kemampuan yang dibutuhkan.
Risiko Kematian yang Nyata — Fakta yang Harus Diketahui
Risiko kematian dalam olahraga ini tergolong tinggi, terutama pada wingsuit dari ketinggian rendah. Rata-rata, satu kematian terjadi setiap 500 hingga 1.000 lompatan. Untuk BASE Jumping, angka ini meningkat drastis hingga 5–8 kali lebih berbahaya dibandingkan lompatan dari pesawat.
Faktor penyebab insiden beragam: dari kegagalan membuka parasut, menabrak tebing, cuaca yang tiba-tiba berubah, hingga kesalahan teknis alat. Hingga pertengahan 2019, tercatat lebih dari 370 kematian dalam BASE Jumping wingsuit.
Refleksi atas Kejadian: Risiko di Balik Impian
Insiden yang menimpa An An mungkin dipicu oleh kondisi cuaca yang tidak terduga serta kemungkinan minimnya pengalaman di rute tersebut. Banyak yang mempertanyakan, apakah alat pelacak GPS bisa menyelamatkannya? Sayangnya, itu pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab.
Sebagian netizen menyebut kematian An An sebagai "harga dari pilihan hidup berisiko". Komentar seperti ini mereduksi kompleksitas olahraga ekstrem dan menyepelekan semangat juang seseorang dalam mengejar impian.
Mengejar Mimpi Butuh Keberanian, Bukan Penilaian
Bagi sebagian orang, mengejar mimpi memang memiliki konsekuensi besar. Namun menghakimi mereka yang memilih jalan berbeda bukanlah solusi. Tidak semua orang dilahirkan untuk menjalani hidup yang sama, dan bukan hak siapa pun untuk mencemooh keberanian seseorang.
Dalam kasus An An, keberaniannya menjadi simbol semangat. Ia bukan hanya seorang atlet, tapi juga seorang pemimpi yang berani menghadapi tantangan demi sesuatu yang ia cintai.
Kehilangan An An adalah duka mendalam bagi komunitas olahraga ekstrem. Semangat, ketekunan, dan cintanya pada wingsuit flying akan selalu dikenang. Tragedi ini membuka mata kita tentang pentingnya persiapan, kehati-hatian, serta pemahaman terhadap olahraga yang tidak biasa ini.
Wingsuit flying mungkin bukan untuk semua orang. Tapi untuk mereka yang menjalaninya, ini adalah bentuk ekspresi tertinggi dari kebebasan dan dedikasi. Mari hormati mereka, termasuk An An, yang berani hidup sesuai dengan apa yang mereka yakini.